Minggu, 06 Mei 2012

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN


MENGEMBANGKAN KREATIVITAS BELAJAR ANAK MELALUI INTERAKSI YANG BAIK DI PAUD KARI MUHAMMAD HUTA HOLBUNG KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN


OLEH:
NAMA      :  ABIDAH TIKA NOVADILA LUBIS
NIM           :  09  310 0002
JURUSAN: TARBIYAH PAI  I / SEM VI (ENAM)
STAIN PADANGSIDIMPUAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
                   Usia anak TK  atau PAUD sering disebut dengan usia emas (golden age) oleh karena itu proses pembelajaran pada anak usia ini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi si anak melalui pengalaman nyata ( Yuliani, Nurani, S., 2003:1). Melalui pengalaman nyata itu akan memungkinkan anak untuk melanjutkan aktifitas dan rasa ingin tahu (curiosity) secara optimal dan menempatkan posisi guru sebagai pendamping, pembimbing, serta fasilittor bagi anak. Proses pendidikan seperti ini dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan.
                   Anak yang dimaksud penelitian ini adalah kelompok anak berusia 4 – 6 tahun yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikis. Biasanya anak pada usia ini sangatlah dominan dengan guru yang mengasuhnya, apabila gurunya mampu berinteraksi dengan baik kepada anak tersebut, maka besar kemungkinan akan mudah tercapai pengembangan kekreativitasannya dalam  belajar. Sebaliknya guru yang kurang dalam ilmu interaksi dengan siswanya, akan menyebabkan kelambankan daya kreativitas anak . Jadi bagaimana seharusnya cara mengembangkan kreativitas belajar anak melalui interaksi yang baik antara guru dan siswa yang bersangkutan di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, karena sesungguhnya kemampuan  anak itu dikembangkan sesuai masa dan umurnya dan jangan sampai kemampuan anak tersebut tak bertambah atau monoton karena ketidak mampuan guru dalam berinteraksi dengan siswanya. Anak yang sedang berkembang kognitifnya akan membawa bakat tersendiri  yang tertanam dalam potensinya, maka sebagai guru yang frofesional kita harus menyadari itu semua, jangan kita hancurkan bakat yang terpendam tersebut, justru harus dikembangkan dan dipupuk agar dia menjadi terarah.
                   Program pembelajaran dalam kurikulum TK/RA atau PAUD memadukan aspek-aspek perkembangan anak didik secara utuh, yang mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar (Depdiknas, 2006:4). Bidang pengembagan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus yang ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Sedangkan bidang kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi aspek perkembangan berbahasa, kognitif, fisik motorik dan seni.

B.      Rumusan Masalah
  1. Bagaimana cara mengembangkan kreativitas belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung  kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan?
  2. Bagaimana saja bentuk kreativitas yang bisa dikembangkan melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung  kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan?
C.    Tujuan Penelitian
  1. Mendiskripsikan cara mengembangkan kekreativitasan belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung  kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan.
D.     Batasan Istilah
  1. Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini.
  1. Interaksi
Maksudnya disini ialah kemampuan guru dalam mengarahkan, mengajak, dan membimbing siswanya melalui tatap muka disekolah dengan maksud mencapai kemandirian dan kekreativitasan siswanya.

E.     Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh praktisi pendidikan, khususnya bagi:
  1. Lembaga
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pedoman dalam mengembangkan kekreativitasan belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.
  1. Guru
Sebagai sumbangan bagi guru yang mengajar di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung  Kecamatan Batang Angkola  dalam mengembangkan kreativitas belajar melalui interaksi belajar yang baik.
  1. Penelitian Lanjutan
Sebagai bahan acuan dan bahan kajian untuk diadakan penelitian lanjutan, baik dengan variabel yang sama maupun berbeda.
  1. Salah satu komponen dalam persyaratan memenuhi nilai quis mata pelajaran sosiologi pendidikan.
F.     Sistimatika Pembahasan
Untuk memudahkan penyusunan proposal ini, maka dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,Ttujuan Penelitian, Batasan Istilah, Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab II adalah Kajian Teori yang terdiri dari Mengembangkan Kreativitas Anak, dan Pengetahuan Tentang Interaksi.
Bab III adalah Metodologi Penelitian, yang terdiri dari Waktu dan Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, serta Instrumen Pengumpulan Data.

BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Mengembangkan Kreativitas Anak
Menghadapi anak berbakat dan kreatif, orang tua atau guru harus mencari cara perlakuan khusus. Meskipun tidak berlaku umum, konsep kreatifitas berhubungan dengan sifat bawaan yang disertai dengan kecerdasan dan keunggulan. Sesuatu dapat dikatakan hasil kreatifitas jika merupakan pembaharuan dan memiliki fungsi yang memasyarakat. Biasanya kreatifitas lahir dari tuntutan untuk memenuhi kebutuhan utama manusia. Banyak orang yang belum menyadari pentingnya pengembangan kreatifitas pada anak. Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa kreatifitas semata-mata berhubungan bakat artistik. [1]
    Kreatifitas adalah suatu proses berfikir yang beragam, diikuti dengan logika serta pengertian-pengertian yang bersifat intuitif dalam menciptakan sesuatu keadaan atau benda-benda. Kita bisa melihat dengan jelas bila anak itu bermain ia menciptakan khayalannya dan spontanitasnya.[2] Kreatifitas merupakan ekspresi tertinggi dari keberbakatan yang bersifat terintegrasi yaitu sintesa dari semua fungsi dasar manusia. Konsep tersebut mencakup kondisi berfikir rasional yang sifatnya terukurkan dan dapat dikembangkan melalui berbagai latihan secara sadar dan dirancang. Penginderaan adalah kondisi tulen dalam menciptakan produk baru dan menurut pengembangan baik mental ataupun fisik atau ketrampilan tinggi dalam bidang tertentu. Rasa adalah kondisi emosional yang dilepaskan dari penciptaanya untuk diteruskan kepada konsumen dan menghasilkan respon emosional. Kondisi intuisi adalah kesadaran tertinggi yang secara paradoksal digali dari alam sadar dan bukan rasio sadar serta dikembangkan untuk mencapai pencerahan.[3]
                Kreatifitas itu merupakan suatu proses yang mengikutkan segala pola berpikir rasional yang menjadi alam sadar dan segala yang nersifat intuisi bebas mengembangkan ide. Manusia itu bebas dalam arti mempunyai daya untuk memilih dari sekian banyak kemungkinan mengharap atau menuntut kebebasan untuk berpikir dan bertindak dalam arti mempunyai daya yang datang dari luar dirinya itu benar-benar urang kreatif. Untuk mengembangkan kreatifitas, pikiran tidak hanya perlu mendapatkan latihan saja, tetapi juga harus diisi dengan bahan-bahan yang dapat menjadi bahan untuk mancetuskan sebuah ide.[4] Bahan yang terbaik untuk pencetus ide adalah pengalaman-pengalaman yang dialami sendiri merupakan bahan bakar yang terkaya, karena pengalaman ini cenderung selalu kita ingat dan akan muncul setiap diperlukan.[5]
    Diantara masalah terpenting yang harus diperhatikan dan ditangani secara baik oleh para pendidik adalah mengetahui bakat dan pekerjaan yang sesuai dengan anak yang kelak menjadi cita-cita hidupnya. Bakat yang ada pada dasarnya merupakan modal emas untuk meraih prestasi besar karena adanya berbagai faktor bisa menjadi sia-sia. Faktor Distraktor itu dapat dikategorikan kepada faktor internal dan eksternal. Faktor Internal adalah faktor yang timbul dari anak itu sendiri, hal ini terjadi karena adanya frustasi. Sebagai contoh bahwa seorang anak merasa cukup punya bakat dalam bidang musik, tapi mengingat tidak adanya piano atau gitar yang dapat dipakai untuk mengembangkan bakatnya kemudian frustasi. Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar individu yang bersangkutan atau lingkungan sebagai contoh orang tuanya kurang mampu dalam memberikan sarana yang memadai untuk itu.[6]
    Sesungguhnya setiap orang mempunyai bakat kreatif, walaupun masing-masing dalam jenis dan derajatnya berbeda-beda. Maka yang penting bagi pendidik orang tua dan guru ialah bahwa setiap anak mempunyai bakat kreatif dan bahwa bakat kreatif itu perlu dipupuk sejak dini, agar dapat diwujudkan secara optimal. [7]
    Ada beberapa pertimbangan dasar mengapa kreatifitas perlu dipupuk sedini mungkin. Pertama karena usia pra sekolah merupakan masa yang sangat subur untuk mengembangkan kreatifitas anak-anak usia pra sekolah sebagimana telah dilukiskan sebelum memiliki banyak kepribadian kreatif hendaknya pendidik tidak menyia-nyiakan bakat alamiah anak usia pra sekolah ini. Keadaan anak prasekolah menguntungkan untuk pengembangan kreatifitas, karena pada masa ini masih banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif. Kedua bahwa usia pra sekolah merupakan masa yang kritis untuk perkembangan kreatifitas dan proses-proses intelektual lainnya.[8]
Proses-proses mental yang dikembangkan pada usia dini akan menjadi bagian menetap dari individu dan akan mempunyai dampak terhadap perkembangan intelektual selanjutnya. Perkembangan dini dari berfikir, bersikap dan berperilaku kreatif akan membentuk dasar yang kuat baik bagi prestasi orang dewasa dalam ilmu teknologi dan seni maupun untuk menikmati hidup secara lebih mendalam. Seorang anak memulai kehidupan sekolah, ia bergairah mencari pengalaman-pengalaman baru dan ia condong untuk belajar. Oleh karena itu, kita melihat bahwa sekolah membantu dalam menyandarkan anak akan keadaan yang sedang dilalui dalam masa pertumbuhan yang terus menerus. Mereka memperhatikan setiap hal yang baru yang terjadi padanya dan mereka terdorong untuk melakukan setiap pekerjaan yang baru, dari rangkaian yang mereka sukai.[9]
    Ada berbagai cara dalam menghadapi atau melihat bakat anak-anak agar selalu hidup dan kuat menjadi pendorong bagi mereka dalam belajar antara lain:[10]
  1. Ketahuilah bakat dari masing-masing murid anda dan setiap mereka diberi pelajaran dengan baik apa kecondongannya yang menonjol.
  2. Hendaknya selalu menjadikan murid-murid anda sebagai titik tolak dan mengarahkan mereka kepada bakatnya masing-masing, dimana saja anda temukan, serta jadikanlah bakat-bakat tersebut asas dari pendidikan dan pengajaran mereka.
  3. Wajib dikembalikan bakat kodrati yang umum yang terdapat pada murid-murid yang sebaya.
  4. Bantulah murid-murid untuk merasakan adanya hubungan sekolah dengan kehidupannya melalui adanya hubungan sekolah dengan pribadi anak.
    Kreatifitas dalam belajar sangat perlu dikembangkan dan digali terutama pada anak yang mempunyai bakat sebagai modal emas untuk meraih prestasi belajar demi kesuksesan cita-citanya.
    Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”. [11]
Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami anak. Ada hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.[12]
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Keberhasilan kreativitas adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. [13]
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:[14]
  1.  Aspek Kognitif.
Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri aptitude) yaitu:
a.       keterampilan berpikir lancar (fluency).
b.       keterampilan berpikir luwes/fleksibel (flexibility).
c.       keterampilan berpikir orisinal (originality).
d.       keterampilan memperinci (elaboration), dan
e.       keterampilan menilai (evaluation).
  1. Aspek Afektif.
Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri non-aptitude) yaitu:
a.       rasa ingin tahu.
b.      Bersifat imajinatif/fantasi.
c.       Merasa tertantang oleh kemajemukan.
d.      Sifat berani mengambil resiko.
e.       Ssifat menghargai.
f.       Percaya diri.
g.      Keterbukaan terhadap pengalaman baru.
h.      Menonjol dalam salah satu bidang seni.
Lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:[15]
  1. menghormati pertanyaan yang tidak biasa.
  2. Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa.
  3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri.
  4. Memberi penghargaan kepada siswa;. Dan
  5.  Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
    Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa factor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
  1. Waktu.
  2. Kesempatan menyendiri.
  3. Dorongan.
  4. Sarana.
  5. Lingkungan yang merangsang.
  6. Hubungan anak-orang tua yang tidak posesif.
  7. Cara mendidik anak.
  8. Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Beberapa hal yang dapat mematikan kreativitas diantaranya adalah sebagai berikut:[16]
  1. evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang membatasi.
  2. Usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi.
  3. Pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak.
  4. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual.
  5. Terlalu banyak melarang.
  6. Takut dan malu.
  7. Penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu. Dan
  8. Memberikan kritik yang bersifat destruktif.

B.     Pengetahuan Tentang Interaksi
1.      Pengertian Interaksi
Istilah interaksi berawal pada konsep komunikasi yang berarti menjadikan milik bersama atau memberitahukan tentang pengetahuan, pikiran-pikiran keterampilan dan nilai. Didalam pergaulan sehari-hari tentunya terjadi interaksi social diantara individu yang satu dengan yang lain aatau individu dengan kelompok lain, dan didalam interaksi it tidak lepas adanya saling mempengaruhi.[17]
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses interaksi antara dua manusia yakni guru dengan siswa. Dalam proses interaksi antara siswa dengan guru dibutuhkan komponen-komponen pendukung seperti adanya tujuan yang ingin dicapai dan adanya pesan yang ingin disampaikan sebagai alat nteraksi.
Jadi, interaksi adalah hubungan-hubungan timbale-balik antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok (misalnya guru dan para siswa) atau antara kelompok dengan kelompok.
2.      Ciri-ciri interaksi dalam pembelajaran
Menurut Edi Suardi dalam bukunya Paedagogik (1990), cirri-ciri interaksi belajar mengajar itu ialah:
a.       Memiliki tujuan.
b.      Adanya suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan.
c.       Ditandai sebagai penggarapan materi secara khusus.
d.      Ditandai dengan aktivitas.
e.       Guru berperan sebagai pembingbing.
f.       Disiplin.
g.      Ada batas waktu.[18]







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.
B.     Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, jika dilihat dari siswanya yang sangat banyak jadi peneliti hanya mengambil 10 siswa diantara mereka.
C.    Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah:
  1. Wawancara
Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan yang diwawancarai.
  1. Observasi
Observasi disebut juga dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera.


D.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam Memperoleh wawancara dan observasi, data yang dilakukan peneliti hanya menggunakan teknik wawancara dan observasi.

























DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1994.
Arikunto, Thomas, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Hamalik, Oemar, Media Pendidikan, Bandung: Alumni, 2003.
Hildayani, Rini, Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.
Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak Jilid I , Jakarta: Erlangga, 1978.
Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Depdikbud Kerjasama Dengan Penerbit Rineka Cipta, 2000.
Musfiroh Tadkiroatun, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,  Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Yuliani, Nurani,  Permainan Berhitung di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Depdiknas, 2007.
Yuliani, Nurani, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul Athfal, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: ttp, 2005.
Yuliani, Nurani, Metode Penegmbangan Kognitif, Jakarta, Universitas Terbuka, 2005.


[1]  Elizabeth Hurlock,  Perkembangan Anak Jilid I , (Jakarta: Erlangga, 1978), hlm. 37.
[2]Ibid.
[3] R.  Moeslichatoen , Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Depdikbud Kerjasama Dengan Penerbit Rineka Cipta, 2000), hlm. 65.
[4] Ibid.
[5] Ibid. hlm. 69.
[6]  Nurani Yuliani, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul Athfal, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta, 2005), hlm. 45.
[7] Ibid.
[8] Tadkiroatun Musfiroh, Pengembangan Kecerdasan Majemuk, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.89.
[9] S. Arief . Sadiman, dkk. Media Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1994), hlm. 23.
[10] Rini Hildayani, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm. 77.
[11]  Ibid, halm. 86.
[12] Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: Alumni, 2003), hlm.33.
[13] Nurani Yuliani,  Permainan Berhitung di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Depdiknas, 2007), hlm.67.
[14] Nurani Yuliani,  Metode Penegmbangan Kognitif, (Jakarta, Universitas Terbuka, 2005), hlm. 99.
[15] Thomas Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 55.
[16] Ibid, hlm 57.
[17] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 18.
[18] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar