MENGEMBANGKAN KREATIVITAS BELAJAR ANAK MELALUI INTERAKSI YANG BAIK DI PAUD KARI MUHAMMAD HUTA HOLBUNG KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN
OLEH:
NAMA : ABIDAH TIKA NOVADILA LUBIS
NIM : 09 310
0002
JURUSAN:
TARBIYAH PAI I / SEM VI (ENAM)
STAIN
PADANGSIDIMPUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Usia anak TK atau PAUD sering disebut dengan usia emas
(golden age) oleh karena itu proses pembelajaran pada anak usia ini hendaknya
dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki
kebermaknaan bagi si anak melalui pengalaman nyata ( Yuliani, Nurani, S.,
2003:1). Melalui pengalaman nyata itu akan memungkinkan anak untuk melanjutkan
aktifitas dan rasa ingin tahu (curiosity) secara optimal dan menempatkan posisi
guru sebagai pendamping, pembimbing, serta fasilittor bagi anak. Proses
pendidikan seperti ini dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya
berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru
menjadi dominan.
Anak yang dimaksud penelitian
ini adalah kelompok anak berusia 4 – 6 tahun yang sedang dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan fisik maupun psikis. Biasanya anak pada usia ini sangatlah
dominan dengan guru yang mengasuhnya, apabila gurunya mampu berinteraksi dengan
baik kepada anak tersebut, maka besar kemungkinan akan mudah tercapai pengembangan
kekreativitasannya dalam belajar.
Sebaliknya guru yang kurang dalam ilmu interaksi dengan siswanya, akan
menyebabkan kelambankan daya kreativitas anak . Jadi bagaimana seharusnya cara mengembangkan
kreativitas belajar anak melalui interaksi yang baik antara guru dan siswa yang
bersangkutan di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola
Kabupaten Tapanuli Selatan, karena sesungguhnya kemampuan anak itu dikembangkan sesuai masa dan umurnya
dan jangan sampai kemampuan anak tersebut tak bertambah atau monoton karena
ketidak mampuan guru dalam berinteraksi dengan siswanya. Anak yang sedang
berkembang kognitifnya akan membawa bakat tersendiri yang tertanam dalam potensinya, maka sebagai
guru yang frofesional kita harus menyadari itu semua, jangan kita hancurkan
bakat yang terpendam tersebut, justru harus dikembangkan dan dipupuk agar dia
menjadi terarah.
Program pembelajaran dalam
kurikulum TK/RA atau PAUD memadukan aspek-aspek perkembangan anak didik secara
utuh, yang mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan
kemampuan dasar (Depdiknas, 2006:4). Bidang pengembagan pembiasaan merupakan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus yang ada dalam kehidupan
sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Sedangkan bidang
kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Bidang pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi aspek perkembangan
berbahasa, kognitif, fisik motorik dan seni.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana cara mengembangkan kreativitas belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan?
- Bagaimana saja bentuk kreativitas yang bisa dikembangkan melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan?
C.
Tujuan Penelitian
- Mendiskripsikan cara mengembangkan kekreativitasan belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan.
D.
Batasan Istilah
- Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki
anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat
kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan
karena itu perlu dipupuk sejak dini.
- Interaksi
Maksudnya disini ialah kemampuan guru dalam
mengarahkan, mengajak, dan membimbing siswanya melalui tatap muka disekolah
dengan maksud mencapai kemandirian dan kekreativitasan siswanya.
E.
Kegunaan Penelitian
Penelitian
ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh praktisi pendidikan, khususnya bagi:
- Lembaga
Penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan pedoman dalam mengembangkan
kekreativitasan belajar anak melalui interaksi yang baik di PAUD Kari Muhammad
Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.
- Guru
Sebagai
sumbangan bagi guru yang mengajar di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang Angkola dalam mengembangkan kreativitas belajar melalui
interaksi belajar yang baik.
- Penelitian Lanjutan
Sebagai
bahan acuan dan bahan kajian untuk diadakan penelitian lanjutan, baik dengan
variabel yang sama maupun berbeda.
- Salah satu komponen dalam persyaratan memenuhi nilai quis mata pelajaran sosiologi pendidikan.
F.
Sistimatika
Pembahasan
Untuk memudahkan penyusunan proposal ini, maka dibuat sistematika
pembahasan sebagai berikut:
Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah,Ttujuan Penelitian, Batasan Istilah, Kegunaan
Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab II adalah Kajian Teori yang terdiri dari Mengembangkan Kreativitas
Anak, dan Pengetahuan Tentang Interaksi.
Bab III adalah Metodologi Penelitian, yang terdiri dari Waktu dan Lokasi
Penelitian, Populasi dan Sampel, serta Instrumen Pengumpulan Data.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Mengembangkan Kreativitas Anak
Menghadapi
anak berbakat dan kreatif, orang tua atau guru harus mencari cara perlakuan
khusus. Meskipun tidak berlaku umum, konsep kreatifitas berhubungan dengan
sifat bawaan yang disertai dengan kecerdasan dan keunggulan. Sesuatu dapat
dikatakan hasil kreatifitas jika merupakan pembaharuan dan memiliki fungsi yang
memasyarakat. Biasanya kreatifitas lahir dari tuntutan untuk memenuhi kebutuhan
utama manusia. Banyak orang yang belum menyadari pentingnya pengembangan
kreatifitas pada anak. Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa
kreatifitas semata-mata berhubungan bakat artistik. [1]
Kreatifitas adalah suatu proses
berfikir yang beragam, diikuti dengan logika serta pengertian-pengertian yang
bersifat intuitif dalam menciptakan sesuatu keadaan atau benda-benda. Kita bisa
melihat dengan jelas bila anak itu bermain ia menciptakan khayalannya dan
spontanitasnya.[2] Kreatifitas merupakan ekspresi
tertinggi dari keberbakatan yang bersifat terintegrasi yaitu sintesa dari semua
fungsi dasar manusia. Konsep tersebut mencakup kondisi berfikir rasional yang
sifatnya terukurkan dan dapat dikembangkan melalui berbagai latihan secara
sadar dan dirancang. Penginderaan adalah kondisi tulen dalam menciptakan produk
baru dan menurut pengembangan baik mental ataupun fisik atau ketrampilan tinggi
dalam bidang tertentu. Rasa adalah kondisi emosional yang dilepaskan dari
penciptaanya untuk diteruskan kepada konsumen dan menghasilkan respon
emosional. Kondisi intuisi adalah kesadaran tertinggi yang secara paradoksal
digali dari alam sadar dan bukan rasio sadar serta dikembangkan untuk mencapai
pencerahan.[3]
Kreatifitas itu merupakan
suatu proses yang mengikutkan segala pola berpikir rasional yang menjadi alam
sadar dan segala yang nersifat intuisi bebas mengembangkan ide. Manusia itu
bebas dalam arti mempunyai daya untuk memilih dari sekian banyak kemungkinan
mengharap atau menuntut kebebasan untuk berpikir dan bertindak dalam arti
mempunyai daya yang datang dari luar dirinya itu benar-benar urang kreatif.
Untuk mengembangkan kreatifitas, pikiran tidak hanya perlu mendapatkan latihan
saja, tetapi juga harus diisi dengan bahan-bahan yang dapat menjadi bahan untuk
mancetuskan sebuah ide.[4]
Bahan yang terbaik untuk pencetus ide adalah pengalaman-pengalaman yang dialami
sendiri merupakan bahan bakar yang terkaya, karena pengalaman ini cenderung
selalu kita ingat dan akan muncul setiap diperlukan.[5]
Diantara masalah terpenting yang
harus diperhatikan dan ditangani secara baik oleh para pendidik adalah
mengetahui bakat dan pekerjaan yang sesuai dengan anak yang kelak menjadi
cita-cita hidupnya. Bakat yang ada pada dasarnya merupakan modal emas untuk
meraih prestasi besar karena adanya berbagai faktor bisa menjadi sia-sia. Faktor Distraktor itu dapat
dikategorikan kepada faktor internal dan eksternal. Faktor Internal adalah
faktor yang timbul dari anak itu sendiri, hal ini terjadi karena adanya
frustasi. Sebagai contoh bahwa seorang anak merasa cukup punya bakat dalam
bidang musik, tapi mengingat tidak adanya piano atau gitar yang dapat dipakai
untuk mengembangkan bakatnya kemudian frustasi. Faktor eksternal adalah faktor
yang timbul dari luar individu yang bersangkutan atau lingkungan sebagai contoh
orang tuanya kurang mampu dalam memberikan sarana yang memadai untuk itu.[6]
Sesungguhnya setiap orang
mempunyai bakat kreatif, walaupun masing-masing dalam jenis dan derajatnya
berbeda-beda. Maka yang penting bagi pendidik orang tua dan guru ialah bahwa
setiap anak mempunyai bakat kreatif dan bahwa bakat kreatif itu perlu dipupuk
sejak dini, agar dapat diwujudkan secara optimal. [7]
Ada
beberapa pertimbangan dasar mengapa kreatifitas perlu
dipupuk sedini mungkin. Pertama
karena usia pra sekolah merupakan masa yang sangat subur untuk mengembangkan
kreatifitas anak-anak usia pra sekolah sebagimana telah dilukiskan sebelum
memiliki banyak kepribadian kreatif hendaknya pendidik tidak menyia-nyiakan
bakat alamiah anak usia pra sekolah ini. Keadaan anak prasekolah menguntungkan
untuk pengembangan kreatifitas, karena pada masa ini masih banyak waktu luang
untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif. Kedua
bahwa usia pra sekolah merupakan masa yang kritis untuk perkembangan
kreatifitas dan proses-proses intelektual lainnya.[8]
Proses-proses mental
yang dikembangkan pada usia dini akan menjadi bagian menetap dari individu dan
akan mempunyai dampak terhadap perkembangan intelektual selanjutnya.
Perkembangan dini dari berfikir, bersikap dan berperilaku kreatif akan
membentuk dasar yang kuat baik bagi prestasi orang dewasa dalam ilmu teknologi
dan seni maupun untuk menikmati hidup secara lebih mendalam. Seorang anak
memulai kehidupan sekolah, ia bergairah mencari pengalaman-pengalaman baru dan
ia condong untuk belajar. Oleh karena itu, kita melihat bahwa sekolah membantu
dalam menyandarkan anak akan keadaan yang sedang dilalui dalam masa pertumbuhan
yang terus menerus. Mereka memperhatikan setiap hal yang baru yang terjadi
padanya dan mereka terdorong untuk melakukan setiap pekerjaan yang baru, dari
rangkaian yang mereka sukai.[9]
Ada
berbagai cara dalam menghadapi atau melihat bakat anak-anak
agar selalu hidup dan kuat menjadi pendorong bagi mereka dalam belajar antara
lain:[10]
- Ketahuilah bakat dari masing-masing murid anda dan setiap mereka diberi pelajaran dengan baik apa kecondongannya yang menonjol.
- Hendaknya selalu menjadikan murid-murid anda sebagai titik tolak dan mengarahkan mereka kepada bakatnya masing-masing, dimana saja anda temukan, serta jadikanlah bakat-bakat tersebut asas dari pendidikan dan pengajaran mereka.
- Wajib dikembalikan bakat kodrati yang umum yang terdapat pada murid-murid yang sebaya.
- Bantulah murid-murid untuk merasakan
adanya hubungan sekolah dengan kehidupannya melalui adanya hubungan
sekolah dengan pribadi anak.
Kreatifitas dalam belajar sangat perlu dikembangkan dan digali terutama pada anak yang mempunyai bakat sebagai modal emas untuk meraih prestasi belajar demi kesuksesan cita-citanya.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan
bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk
kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri
sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa
(2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan
aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan
pengalaman belajar”. [11]
Dalam proses
pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi
melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami
anak. Ada
hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, bermain tanpa
bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan
membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan
terjadi. Dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing
dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.[12]
Kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan
anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja
kreatif, dan motivasi intrinsik. [13]
Ciri-ciri kreativitas
dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:[14]
- Aspek Kognitif.
Ciri-ciri kreativitas
yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif//divergen (ciri-ciri
aptitude) yaitu:
a.
keterampilan berpikir
lancar (fluency).
b.
keterampilan berpikir luwes/fleksibel
(flexibility).
c.
keterampilan berpikir
orisinal (originality).
d.
keterampilan memperinci (elaboration), dan
e.
keterampilan menilai
(evaluation).
- Aspek Afektif.
Ciri-ciri kreativitas
yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang (ciri-ciri
non-aptitude) yaitu:
a.
rasa ingin tahu.
b.
Bersifat
imajinatif/fantasi.
c.
Merasa tertantang oleh
kemajemukan.
d.
Sifat berani mengambil
resiko.
e.
Ssifat menghargai.
f.
Percaya diri.
g.
Keterbukaan terhadap
pengalaman baru.
h.
Menonjol dalam salah satu
bidang seni.
Lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas
yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:[15]
- menghormati pertanyaan yang tidak biasa.
- Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri.
- Memberi penghargaan kepada siswa;. Dan
- Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.
Hurlock pun (1999: 11) mengemukakan beberapa factor pendorong
yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu:
- Waktu.
- Kesempatan menyendiri.
- Dorongan.
- Sarana.
- Lingkungan yang merangsang.
- Hubungan anak-orang tua yang tidak posesif.
- Cara mendidik anak.
- Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
Beberapa hal yang dapat
mematikan kreativitas diantaranya adalah sebagai berikut:[16]
- evaluasi, hadiah, persaingan/kompetisi antara anak, dan lingkungan yang membatasi.
- Usaha terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi.
- Pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak.
- Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual.
- Terlalu banyak melarang.
- Takut dan malu.
- Penekanan yang salah kaprah terhadap keterampilan verbal tertentu. Dan
- Memberikan kritik yang bersifat destruktif.
B.
Pengetahuan Tentang
Interaksi
1.
Pengertian Interaksi
Istilah interaksi berawal
pada konsep komunikasi yang berarti menjadikan milik bersama atau
memberitahukan tentang pengetahuan, pikiran-pikiran keterampilan dan nilai.
Didalam pergaulan sehari-hari tentunya terjadi interaksi social diantara
individu yang satu dengan yang lain aatau individu dengan kelompok lain, dan
didalam interaksi it tidak lepas adanya saling mempengaruhi.[17]
Proses belajar mengajar
akan senantiasa merupakan proses interaksi antara dua manusia yakni guru dengan
siswa. Dalam proses interaksi antara siswa dengan guru dibutuhkan
komponen-komponen pendukung seperti adanya tujuan yang ingin dicapai dan adanya
pesan yang ingin disampaikan sebagai alat nteraksi.
Jadi, interaksi adalah
hubungan-hubungan timbale-balik antara individu dengan individu, antara
individu dengan kelompok (misalnya guru dan para siswa) atau antara kelompok
dengan kelompok.
2.
Ciri-ciri interaksi dalam
pembelajaran
Menurut Edi Suardi dalam
bukunya Paedagogik (1990), cirri-ciri interaksi belajar mengajar itu ialah:
a.
Memiliki tujuan.
b.
Adanya suatu prosedur
(jalannya interaksi) yang direncanakan.
c.
Ditandai sebagai
penggarapan materi secara khusus.
d.
Ditandai dengan aktivitas.
e.
Guru berperan sebagai
pembingbing.
f.
Disiplin.
g.
Ada batas waktu.[18]
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung
Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.
B.
Populasi dan Sampel
Penelitian
Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh siswa di PAUD Kari Muhammad Huta Holbung Kecamatan Batang
Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, jika dilihat dari siswanya yang sangat
banyak jadi peneliti hanya mengambil 10 siswa diantara mereka.
C.
Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen dan
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah:
- Wawancara
Wawancara ialah percakapan
dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan yang
diwawancarai.
- Observasi
Observasi disebut juga
dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan alat indera.
D.
Teknik Pengumpulan
Data
Dalam Memperoleh
wawancara dan observasi, data yang dilakukan peneliti hanya menggunakan teknik
wawancara dan observasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman, dkk. Media Pendidikan, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 1994.
Arikunto, Thomas, Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Bina Aksara, 1987.
Hamalik, Oemar, Media
Pendidikan, Bandung:
Alumni, 2003.
Hildayani, Rini, Psikologi
Perkembangan Anak, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2006.
Hurlock, Elizabeth, Perkembangan
Anak Jilid I , Jakarta:
Erlangga, 1978.
Moeslichatoen R, Metode
Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta:
Depdikbud Kerjasama Dengan Penerbit Rineka Cipta, 2000.
Musfiroh Tadkiroatun, Pengembangan
Kecerdasan Majemuk, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003.
Yuliani, Nurani, Permainan Berhitung di Taman Kanak-kanak,
Jakarta:
Depdiknas, 2007.
Yuliani, Nurani, Kurikulum
2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul Athfal, Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: ttp, 2005.
Yuliani, Nurani, Metode
Penegmbangan Kognitif, Jakarta,
Universitas Terbuka, 2005.
[2]Ibid.
[3] R. Moeslichatoen , Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Depdikbud Kerjasama Dengan Penerbit
Rineka Cipta, 2000), hlm. 65.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
hlm. 69.
[6] Nurani Yuliani, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Taman Kanak-kanak dan Raudhotul
Athfal, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta, 2005),
hlm. 45.
[7] Ibid.
[8] Tadkiroatun
Musfiroh, Pengembangan Kecerdasan Majemuk,
(Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009), hlm.89.
[10] Rini Hildayani,
Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2006), hlm. 77.
[11] Ibid, halm. 86.
[12] Oemar
Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: Alumni, 2003),
hlm.33.
[13] Nurani Yuliani, Permainan
Berhitung di Taman Kanak-kanak, (Jakarta:
Depdiknas, 2007), hlm.67.
[14] Nurani
Yuliani, Metode Penegmbangan Kognitif, (Jakarta, Universitas Terbuka, 2005), hlm. 99.
[15] Thomas Arikunto,
Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 55.
[16] Ibid,
hlm 57.
[17]
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.
18.
[18]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar